Minggu, 05 Februari 2012

ALUMNI PANTI ASUHAN "DARUL AITAM" NW PANCOR: Keutamaan Mengasuh Anak Yatim

Senin, 07 Desember 2009

Keutamaan Mengasuh Anak Yatim

Adalah menjadi kewajiban kita untuk mengasuh anak yatim, karena mereka adalah saudara kita sesama muslim, baik kerabat maupun orang yang tidak ada hubungan kekerabatan dengan kita. Abu Musa ra mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, "Seorang mukmin bagi mukmin lainnya adalah ibarat bangunan yang sebagian darinya menguatkan sebagian yang lain." (HR Bukhari dan Muslim)
Rasulullah menjanjikan dalam salah satu haditsnya, jika niat kita membantu saudara kita yang yatim dengan cara mengasuh mereka karena Allah dalam rangka meringankan kesulitan mereka, kelak pada Hari Kiamat Allah SWT akan meringankan kesulitannya. Ketika seluruh makhluk sedang menghadapi beberapa kesulitan Hari Kiamat dan tak ada seorang pun yang mampu membantunya menghilangkan kesulitan itu.
Rasulullah saw bersabda, "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Dia tidak menzaliminya dan menelantarkannya. Barangsiapa mengurusi hajat saudaranya, Allah akan mengurusi hajatnya. Barangsiapa menghilangkan satu kesusahan dari seorang muslim, Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan Hari Kiamat. Dan barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aib)nya pada Hari Kiamat." (HR Bukhari dan Muslim)
Selain itu, mengasuh anak yatim bisa menjadi ladang amal jariyah untuk kita, karena ketika kita mengasuh mereka, secara langsung atau tidak langsung, kita telah melaksanakan ketiga amalan tersebut.
Rasulullah saw bersabda, "Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara, yaitu (1) sedekah jariyah, (2) ilmu yang bermanfaat, (3) dan anak saleh yang mendoakannya." (HR Muslim).
Hal-hal berikut ini merupakan keutamaan lain yang akan kita dapatkan jika kita mengasuh anak yatim secara tulus dan ikhlas. Sebagaimana dibahas dalam buku “Dahsyatnya Menyantuni Anak Yatim” yang ditulis oleh Prof. Dr. H. Abdul Razak, guru besar UIN SGD Bandung, mengasuh anak yatim memiliki keutamaan yang sangat besar, yaitu di antaranya sebagai berikut.
1. Menjauhkan kita dari sifat kikir
Kikir adalah salah satu penyakit yang mendatangi manusia agar terlepas dari sifat yang dermawan, solidaritas, dan suka memberikan pertolongan. Jika kita melakukan sedekah atau menyantuni anak yatim, meskipun dengan sedikit harta yang kita miliki, sifat kikir ini akan menghalanginya sehingga dia membatalkan niatnya untuk bersedekah atau berinfak.
Karena itu, kita sering sekali menjumpai ayat-ayat yang menjelaskan tentang infak dan sedekah selalu disertai dengan manfaat yang didapatkan dari perbuatan itu, seperti pada firman Allah berikut ini.
"Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya." (QS Al-Lail [92]: 18).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa dengan berinfak, jiwa seseorang akan bersih, karena kikir bukan merupakan akhlak seorang mukmin.
2. Menanamkan sifat istiqamah
Amalan yang dicintai Allah adalah amalan yang sedikit, tetapi kontinu. Mengasuh seorang anak yatim dengan baik di rumah kita adalah salah satu sarana untuk menanamkan sifat istiqamah pada kita dan keluarga kita. Sifat istiqamah ini juga merupakan sikap yang terpenting setelah kita beriman kepada Allah.
Jika kita sabar dan istiqamah dalam mengasuh atau menyantuni anak yatim dengan segala tingkah laku mereka, Allah menjanjikan keberuntungan besar bagi yang melaksanakannya, yakni surga.
3. Menumbuhkan sifat murah hati
Rasulullah saw bersabda, "Lima hal termasuk sunah para rasul, pemalu, murah hati, berbekam (hijamah), dan memakai wangi-wangian." (HR Tirmidzi).
Murah hati juga merupakan tiang akal. Karenanya, orang yang memberikan kasih sayang akan dikasihi. Rasulullah saw bersabda, "Tidaklah sempurna keimanan salah seorang di antaramu sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri." (HR Bukhari dan Muslim).
5. Menunaikan hak sesama muslim
Rasulullah bersabda, "Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati orangtua dan tidak menyayangi anak kecil." (HR Bukhari dan Abu Dawud dengan sanad hasan).
"Empat hak bagi kaum muslim kepadamu, 1) membantu orang yang berbuat baik di antara mereka; 2) memohonkan ampunan bagi orang yang berbuat dosa di antara mereka; 3) mencintai orang yang bertobat di antara mereka; 4) tidak menyakiti seorang pun di antara kaum muslim dengan perbuatan atau perkataan." (HR Dailami).

6. Menunaikan hak-hak kerabat dan sanak keluarga
Mengasuh anak yatim berarti juga kita telah menunaikan hak-hak kerabat kita. Rasulullah bersabda, "Allah SWT berfirman, `Aku adalah yang Maharahman dan ini adalah rahim (sanak keluarga). Aku ambilkan nama rahim ini dari nama-Ku (yaitu Rahman dan Rahim). Barangsiapa yang menyambungnya (silaturahim), aku pasti menyambungnya dan barangsiapa yang memutuskannya maka aku akan menghancurkannya."' (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang selalu ingin diingat orang dan diluaskan rezekinya, hendaklah ia menyambung kekerabatannya dengan silaturahim." (HR Bukhari dan Muslim).
Demikianlah sebagian dari keutamaan dan hikmah yang akan diperoleh jika kita menyantuni, berbuat baik, atau mengasuh anak yatim. Semoga kita menjadi salah satu orang yang menanamkan kepedulian yang besar terhadap orang-orang lemah (dhuafa), dan salah satunya ialah terhadap anak yatim!

Sabtu, 31 Januari 2009

FOTO KEGIATAN PANTI


Ibu Ketua sedang Memberikan pengarahan kepada Anak asuh

Acara pelepasan Anak Asuh periode 2007-2008


Sabtu, 17 Januari 2009

Anak Yatim


ANAK yatim adalah anak yang ditinggalkan mati ayahnya selagi ia belum mencapai umur balig. Dalam Islam, anak yatim memiliki kedudukan tersendiri. Mereka mendapat perhatian khusus dari Rasulullah saw. Ini tiada lain demi untuk menjaga kelangsungan hidupnya agar jangan sampai telantar hingga menjadi orang yang tidak bertanggung jawab.

Oleh karena itu, banyak sekali hadis yang menyatakan betapa mulianya orang yang mau memelihara anak yatim atau menyantuninya. Sayang, anjuran Beliau itu sampai kini belum begitu mendapat tanggapan yang positif dari masyarakat. Hanya sebagian kecil saja umat Islam yang mau memperhatikan anjuran itu. Hal ini semestinya tidak layak dilakukan umat Islam yang inti ajarannya banyak menganjurkan saling tolong sesama umat Islam dan bahkan selain umat Islam.

Di Indonesia, khususnya di desa-desa, sampai sekarang kebiasaan memberi uang ala kadarnya pada tanggal 10 Muharam kepada anak yatim masih berlaku. Pada setiap tanggal 10 Muharam, anak-anak yatim bergerombol-gerombol mendatangi rumah-rumah orang kaya atau para dermawan. Di situ mereka memperoleh pembagian uang. Kebiasaan demikian sungguh amat terpuji, tetapi apakah para anak yatim hanya butuh bantuan sekali itu?

Tentunya tidak. Mereka membutuhkan bimbingan sampai dirinya mampu mengarungi bahtera kehidupannya sendiri. Betapa mulianya orang yang mau berbuat demikian, sebagaimana hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari bersumber dari Sahl bin Sa’ad bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Saya yang menanggung (memelihara) anak yatim dengan baik ada di surga bagaikan ini, seraya Beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah dan Beliau rentangkan kedua kaki jarinya itu” (H.R. Bukhari).

Allah sendiri berfirman yang artinya, “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa besar (An-Nisaa:2).

Anak yang ditinggal mati oleh ibunya ketika ia masih kecil bukanlah termasuk anak yatim. Sebab bila kita lihat arti kata yatim sendiri ialah kehilangan induknya yang menanggung nafkah. Di dalam Islam yang menjadi penanggung jawab urusan nafkah ini ialah ayah, bukan ibu. Alquran telah menjelaskan adanya larangan memakan harta anak yatim dengan cara lalim sebagaimana firman Allah yang artinya, “Sesungguhnya orang yang memakan harta anak yatim secara lalim. Sebenarnya mereka itu menelan api neraka sepuluh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala” (An-Nisaa: 10).

Ismail bin Abdurrahman berkata, “Pemakan harta anak yatim dengan lalim itu besok di hari kiamat akan dikumpulkan dan di waktu itu keluarlah api yang menyala-nyala dari mulutnya, telinganya dan matanya sehingga semua orang mengenalnya bahwa ia sebagai pemakan harta anak yatim.”

Para ulama berkata, bagi setiap wali anak yatim bilamana ia dalam keadaan fakir diperbolehkan baginya memakan sebagian anak yatim dengan cara ma’ruf (baik) menurut sekadar kebutuhannya saja demi kemaslahatan untuk memenuhi kebutuhannya tidak boleh berlebih-lebihan dan jika berlebih-lebihan akan menjadi haram. Menurut Ibnul Jauzi dalam menafsirkan “bil ma’ruf” ada 4 jalan yaitu, pertama, mengambil harta anak yatim dengan jalan kiradl. Kedua, memakannya sekadar memenuhi kebutuhan saja. Ketiga, mengambil harta anak yatim hanya sebagai imbalan, apabila ia telah bekerja untuk kepentingan mengurus harta anak yatim itu, dan keempat, memakan harta anak yatim tatkala dalam keadaan terpaksa, dan apabila ia telah mampu, harus mengembalikan dan jika ia benar-benar tidak mampu hal tersebut dihalalkan.

Kecuali mengancam orang yang merugikan harta anak yatim, Allah juga akan mengangkat derajat orang-orang yang suka menyantuni anak yatim; sebagaimana sabda Nabi, “Barang siapa yang menanggung makan dan minum (memelihara) anak yatim dari orang Islam, sampai Allah SWT mencukupkan dia, maka Allah mengharuskan ia masuk surga, kecuali ia melakukan dosa yang tidak terampunkan” (H.R. Turmudzi).

Dari hadis ini, memberikan jaminan bagi orang-orang yang mau mengasuh anak yatim akan memperoleh imbalan pahala dari Allah SWT, berupa surga yang disejajarkan dengan surga Nabi saw., kecuali ia melakukan dosa-dosa yang tidak terampunkan oleh Allah SWT. Demikianlah kewajiban kita sebagai umat Islam dalam menyantuni anak yatim.***

Kamis, 15 Januari 2009

ALUMNI PANTI ASUHAN "DARUL AITAM" NW


Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template